Pengalaman Berharga dari Lulusan Terbaik Prodi Entrepreneurship Angkatan Ke-2 Institut Shanti Bhuana (ISB)

Bengkayang, ISB – Saya Panra, alumni angkatan ke-2 Institut Shanti Bhuana, tepatnya angkatan mahasiswa tahun 2017. Saya ingin mengajak para pembaca untuk bernostalgia sejenak, kembali ke tahun 2017 dimana semua kisah saya di Institut Shanti Bhuana (ISB) ini dimulai dan berkesan hingga hari ini.

Pada awalnya kampus ini bernama Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Shanti Bhuana (STIM-SB). Nama yang saat itu masih sangat asing di telinga saya, atau bahkan asing bagi semua orang yang pernah mendaftar di kampus ini. Bagaimana tidak, keberadaan kampus ini seolah-olah terisolasi dari dunia luar. Letaknya di Bengkayang, sebuah kota kecil yang termasuk dalam wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia. Selain itu STIM-SB baru seumur jagung, jadi wajar saja jika banyak masyarakat Bengkayang belum mengetahui keberadaan kampus ini. Bahkan, lucunya hampir sebagian besar mahasiswa di sini tidak pernah tahu mengenai STIM-SB sebelumnya, dan mendaftar di kampus ini hanya atas rekomendasi atau dorongan dari orang tua masing-masing.

Sebagai anak muda kami menginginkan kuliah di kota, kampus terkenal, memiliki fasilitas lengkap, banyak mahasiswanya, dan tentu saja KEBEBASAN. Boleh dikatakan, Sebagian besar dari kami tidak tertarik untuk kuliah di STIM-SB karena yang terbayang di benak kami yaitu kampus baru, jelek, sepi, fasilitas kurang lengkap, belum lagi asrama yang mengekang. Namun, apa yang saya alami di kampus ini justru merupakan kebalikan dari semua kekhawatiran saya sebelumnya. Secara pribadi, saya mengalami begitu banyak hal yang hingga hari ini masih begitu membekas dalam hati.

Pertama-tama, STIM-SB bukan hanya sekedar kampus yang mempertemukan dosen dengan mahasiswa, melainkan menjadikan semuanya sebagai keluarga. Kami menyebut diri kami sebagai Keluarga Amarean, keluarga yang hidupnya dilandasi oleh cinta kasih kepada sesama. Sebagai perwujudan cinta kasih itu maka kami semua, mulai dari Rektor dan jajarannya, Dosen, Staff, pegawai, Pastor dan Suster, serta para mahasiswa hidup dalam suasana yang hangat dan tidak memandang status sosial. Sebagai contoh nyata yang kami lakukan setiap hari yaitu makan di satu ruang makan yang sama, berdoa, dan melakukan berbagai kegiatan bersama. Ketika kampus mengadakan suatu acara, sudah menjadi pemandangan yang biasa jika melihat kami semua mempersiapkan acara tersebut bersama-sama, bahkan Rektor, para Wakil Rektor, para Dosen, dan para Staff ikut serta mengeluarkan ide dan tenaganya.

Kedua, pendidikan karakter menjadi fokus di kampus ini. Kami tidak hanya dihadapkan pada pelajaran-pelajaran yang bertujuan untuk mengasah kemampuan akademis, namun juga pendidikan karakter yang bertujuan untuk menjadikan kami sebagai pribadi-pribadi yang berintegritas. Pendidikan karakter ini diwujudkan melalui kehidupan berasrama yang harus kami jalani secara wajib selama 2 tahun.

Sudah menjadi kebiasaan bagi kami untuk melakukan kegiatan dalam kebersamaan. Pagi-pagi sekali kami bangun dari tidur, dilanjutkan dengan meditasi dan ibadah bersama. Tiba waktunya untuk sarapan maka secara serentak kami menuju ruang makan dan makan bersama di sana. Setiap kali selesai makan maka masing-masing mahasiswa melakukan tugasnya untuk mencuci piring, menyiapkan peralatan makan, atau membersihkan area asrama. Setelah itu, mahasiswa yang memiliki jadwal kuliah akan mengikuti perkuliahan hingga selesai.  Jika kegiatan perkuliahan selesai biasanya para mahasiswa akan kembali ke asrama, dan mulai saat itulah kami bermain bersama, olahraga, nonton film, bermain musik, dan kegiatan-kegiatan lain yang memupuk suasana kekeluargaan dalam diri kami.

Sebagai anak muda, kehidupan di asrama mungkin merupakan mimpi buruk yang akan mengekang kebebasan kami. Bangun pagi-pagi sekali, meditasi, ibadah bersama, melakukan piket secara rutin, kegiatan-kegiatan komunitas, belum lagi jadwal kuliah yang juga padat. Tak jarang kami menerima apresiasi dan penghargaan atas tanggungjawab yang kami selesaikan, serta sanksi dan hukuman atas kelalaian yang kami lakukan. Jika kami tidak bangun pagi, melakukan piket asrama, melalaikan tugas kuliah, atau melakukan tindak kelalaian lainnya maka kami akan diberikan sanksi berupa kewajiban untuk melakukan tugas piket tambahan atau pengurangan Integrity Credit Point (ICP). Meskipun terasa cukup berat, namun melalui pendidikan karakter ini saya dibentuk menjadi pribadi yang tangguh pula. Saya dan teman-teman menjadi semakin terbiasa menghadapi jadwal yang padat. Tidak hanya itu, kami dilatih untuk memikul tanggung jawab melalui berbagai tugas yang diberikan oleh asrama maupun kampus. Sebagai sedikit gambaran, saya bisa memiliki tugas yang berbeda-beda dalam organisasi yang berbeda pula. Contohnya menjadi koordinator di asrama sekaligus koordinator Unit Kegiatan Mahasiswa di kampus. Rentang tanggung jawab yang diberikan pun beragam, mulai dari menyapu lantai asrama hingga menjadi ketua dalam organisasi mahasiswa. Hal ini menyiratkan bahwa kami, secara khusus saya, telah jauh berkembang sehingga siap diberikan tanggung jawab kecil maupun besar.

Lalu, seberapa besar perubahan yang terjadi pada saya selama menempuh pendidikan di ISB? Tidak ada tolok ukur pasti. Namun, saya dapat merasakan bahwa saya berubah menjadi pribadi yang mampu mengemban berbagai tanggung jawab, memimpin tim dan organisasi, aktif dan kreatif, berwawasan terbuka, tidak malu tampil dan berbicara di depan umum, serta yang lebih penting yaitu mengasihi Tuhan dan sesama. Ya, kami juga dibimbing untuk menjadi pribadi yang hidup dengan berlandaskan iman, harapan, dan kasih. Harapannya agar kami tidak hanya cerdas secara akademik, berkarakter baik, namun juga beriman.

Tahun 2020, STIM-SB secara resmi berubah bentuk menjadi Institut Shanti Bhuana (ISB), dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi kami semua. Dengan adanya perubahan bentuk dari Sekolah Tinggi menjadi Institut maka menunjukkan bahwa kampus kami tercinta ini sudah semakin berkembang dan siap melebarkan sayap untuk mengajukan prodi-prodi baru.

Pada tahun 2021 ini, ISB kembali menghantarkan para mahasiswanya pada kelulusan dengan terlaksananya Yudisium II pada 21 Oktober 2021. Kelulusan ini menjadi momen penting bagi saya dan teman-teman mahasiswa lainnya, karena secara resmi kami menerima gelar akademik yang selama ini kami perjuangkan dan tunggu-tunggu. Namun, pada saat yang bersamaan saya merasa cukup sedih karena harus berpisah dengan keluarga Amarean yang mendampingi, membimbing, dan mewarnai keseharian saya selama 4 tahun menempuh pendidikan di ISB.

Cerita di atas menggambarkan kesan yang selama ini membekas dalam hati saya terhadap Institut Shanti Bhuana. Namun, saya ingin meringkas cerita tersebut dalam kalimat yang lebih pendek yaitu bahwa saya mencintai kampus ini karena menjadi bagian dari cerita dan sejarah hidup, menerima dan membina saya dalam suasana kekeluargaan yang hangat serta penuh cinta kasih. Suka duka, teguran dan pujian, perselisihan dan kerjasama, keberhasilan dan kegagalan, semua yang pernah saya alami di ISB menjadi rangkaian proses pendewasaan dan membentuk karakter saya menjadi pribadi Cinta Tanah Air, Berintegritas, Profesional, dan memiliki Cinta Kasih (Amare).

Sebagai alumni, saya sangat mengharapkan agar ISB semakin berkembang terutama dalam prosesnya menjadi sebuah universitas. Saya ingin agar kampus ini semakin dikenal oleh masyarakat luas sehingga banyak anak-anak muda kuliah di sana. Dengan begitu maka akan semakin banyak pula yang berkesempatan untuk merasakan pendidikan berkualitas baik secara akademik maupun karakter. Untuk para Suster, Frater, Pastor, Dosen, dan Staff, semoga selalu sabar dalam membimbing dan membina para mahasiswa agar menjadi pribadi yang menjunjung tinggi budaya Amare.

Deum Amare et Amatum Facere.

Author: Panra, S.Bns.