Meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan disebabkan oleh peningkatan pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Perlunya mengelola sampah dengan benar yang dimulai dari sektor rumah tangga, hal ini dilatarbelakangi karena produksi sampah terbesar berasal dari rumah tangga dengan komposisi sampah sisa makanan. Berdasarkan data SIPSN (Sistem Informasi Penanggulangan Sampah Nasional) tahun 2020, komposisi sampah nasional terbesar pertama adalah sisa makanan sebanyak 39,81% dan terbesar kedua adalah sampah plastik sebanyak 17,07%. Limbah buangan ini jika tidak dikelola dengan benar maka dapat menimbulkan dampak terhadap kualitas lingkungan seperti meningkatnya emisi gas rumah kaca karena pembakaran sampah yang tidak benar, pencemaran air karena pembuangan sampah ke sungai serta kualitas kesehatan masyarakat seperti gangguan pernapasan dan pencernaan.
Ekonomi sirkular merupakan sebuah konsep penyempurnaan dari ekonomi linier terkait konsumsi dan produksi dalam masyarakat yang menghasilkan limbah buangan/sampah. Dalam mengimplementasikan konsep ekonomi sirkular, pemerintah Indonesia harus bekerja sama dan berkomitmen secara global dengan saling mendukung dalam melaksanakan TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) tahun 2030. Implementasi TPB bergerak secara inklusif dan holistik dari tingkat masyarakat paling bawah hingga paling atas. Ekonomi sirkular menjadi sebuah konsep yang mengelola limbah buangan dengan prinsip 3R (Reduce – Reused – Recycle) untuk masyarakat sedangkan dalam dunia industri berprinsip pada 5R (Reduce – Reused – Recycle – Recovery – Repair) dengan konsep Sustainable Business Model dalam memproduksi barang ramah lingkungan yang dapat di regenerasi. Dengan mengimplementasikan ekonomi sirkular maka dari aspek ekonomi sosial dapat membuka peluang usaha berbasis daur ulang, industri berteknologi ramah lingkungan, penyerapan tenaga kerja, mengurangi jumlah pengangguran dan harapannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Dilihat dari aspek lingkungan, pemerintah daerah dapat berinvestasi untuk mendirikan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dan mengurangi kerusakan lingkungan yang berupa air, tanah, dan udara yang ditimbulkan akibat penimbunan sampah, pembakaran sampah dan pembuangan sampah pada DAS (Daerah Aliran Sungai). Dalam mengimplementasikan sistem ekonomi sirkular memerlukan kesadaran masyarakat secara inklusif dan komprehensif, jangka waktu yang cukup panjang dalam berproses, kerjasama dan sinergisitas antar stakeholder, investasi teknologi tepat guna yang ramah lingkungan dengan tinggi dana lokasi anggaran APBN/APBD sebesar 20% – 30%.
Perlu adanya paradigma baru (change behavior) yang memandang sampah sebagai sumber daya bernilai manfaat dan ekonomi dengan memanfaatkannya kembali di antaranya untuk energi, kompos, pupuk, penghasil maggot yang dapat digunakan untuk pakan ternak dan pengurai sampah organik secara alami atau bahan baku industri. Sampah dipandang sebagai sumber daya yang berharga yang tidak lagi sebagai barang yang tak bernilai dan dibuang begitu saja. Dengan konsep ekonomi sirkular sampah dipandang sebagai “emas” yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian daerah sekaligus terciptanya ketahanan lingkungan. Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan skala besar menjadi produk massal yang bernilai jual.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan dalam implementasi ekonomi sirkular terkait tata kelola sampah berkelanjutan dan konsumsi/produksi yang
bertanggungjawab yaitu sebagai berikut:
a. Adanya tanggungjawab yang berkelanjutan dengan penambahan dan perbaikan fasilitas, aksesibilitas dan sarana prasarana.
b. Pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat luas mengenai tata kelola sampah yang benar
c. Adanya investasi industri/pusat daur ulang.
d. Kolaborasi dalam kerjasama penanganan sampah kota bersama pihak swasta terutama
dengan pemanfaatan teknologi tepat guna dan digitalisasi.
e. Reward and punishment, bagi warga yang berhasil mengelola sampah rumah tangga dengan benar dan pendekatan hukum adat (local wisdom) serta hukum formal jika ada warga yang masih berperilaku membuang sampah sembarangan.
Berikut konstribusi ekonomi sirkular terhadap pembangunan daerah dan lingkungan hidup
dengan menciptakan:
a. Efisiensi dan efektifitas birokrasi perizinan untuk meningkatkan investasi hijau dari industri daur ulang.
b. Penyerapan tenaga kerja di daerah dalam mengurangi kemiskinan.
c. Mendirikan bak sampah induk atau unit tingkat daerah/kabupaten dan memfasilitasi tiap
desa yang bertujuan untuk merangsang masyarakat agar peduli terhadap sampah rumah
tangga.
d. Peningkatan efisiensi dan sistem transportasi sampah pada masyarakat dengan cakupan yang lebih luas serta meninjau kembali sistem yang hemat biaya.
e. Merangsang investasi industri daur ulang dan potensi usaha yang pada akhirnya akan dapatmengurangi jumlah pengangguran dan menekan angka kemiskinan.
f. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
Penerapan ekonomi sirkular memerlukan waktu, pemikiran dan konsep yang matang serta
permasalahan yang sangat dinamis dalam masyarakat maka perlu adanya controling dan supervisi yang berkelanjutan. Kontribusi ekonomi sirkular untuk pertumbuhan ekonomi berkualitas dalam jangka panjang sangat besar, maka perlu dipersiapkan dari sekarang sebagai langkah preventif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh UNDP (United Nations Development Programme) Indonesia dengan dukungan Pemerintah Kerajaan Denmark, ekonomi sirkular berfokus pada 5 sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Implementasi konsep ekonomi sirkular pada 5 sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030. Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penulis: Aloysius Hari Kristianto, S.E.,M.Si (Institut Shanti Bhuana) dan Dr. Helena Anggraeni (Reni) Tjondro Sugianto, S.T.,M.T (Institut Shanti Bhuana)
Editor: Rima Irma (Institut Shanti Bhuana)